Pameran berskala internasional “Jogja International Disability Arts Biennale 2021

Pameran berskala internasional “Jogja International Disability Arts Biennale 2021

Dikutip dari website jda.com

JDA.com. Pameran karya lukis dan olah digital 55 difabel perupa dari berbagai negara: Indonesia, Filipina, Korea, Mesir, Brazil, Colombia, Afrika selatan, Australia, New Zeland, Kroasia, serta United Kingdom, resmi dibuka pada Jumat (15/10/21). Pameran berskala internasional “Jogja International Disability Arts Biennale 2021” tersebut dibuka oleh Yenny Wahid.

Bertajuk Rima Rupa, sebanyak 120 karya dipamerkan di Galerry RJ Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Mengusung keberagaman, pameran akan dibuka untuk umum pada 18 – 30 Oktober 2021, pada pukul 10.00 – 16.00 WIB.

Putri Presiden ke empat Indonesia Yenny Wahid dalam sambutannya menyerukan, agar siapa pun memiliki kesadaran saling menghargai keunikan setiap individu yang ada di muka bumi ini.

Dalam seni tidak ada batasan, lanjut Yenny. Semua orang bisa berkarya. Semua orang bisa mengekspresikan panggian kreatif terdalam dari dalam dirinya. Begitu sublimnya, sehingga mereka punya kebutuhan untuk mengeluarkan ekspresinya.

Seni adalah ekspresi kreatif manusia, yang membedakannya dari makhluk-mahkluk bumi lain. Tidak ada makhluk Tuhan bisa mengekspresikan sisi  kreatifnya seperti manusia. Inilah kehebatan manusia.

Berangkat dari pemikiran bahwa setiap manusia pasti berbeda, punya kebutuhan yang berbeda. Namun ada beberapa orang yang harus difasilitasi, supaya ruang pergerakannya bisa lebih maksimal, supaya bisa bergerak lebih nyaman. Tapi bukan berarti mereka berkebutuhan khusus, tetapi mereka memang kebutuhannya berbeda.

Tugas negara

Yenny juga menyampaikan bahwa memberikan fasilitas adalah tugas negara. Tugas kita semua sebagai masyarakat, memastikan dengan segala keunikannya, difabel bisa hidup nyaman di tengah-tengah masyarakat.

Menjawab pertanyaan solider.id sejauh mana negara bisa, Yenny mengatakan bahwa negara bukan tidak bisa. Tapi negara harus berjuang untuk memenuhinya. Masalahnya, ada kemauan atau tidak?

Tentu tidak serta merta bisa terlaksana sekaligus, ujar Yenny. Tetapi bahwa ada niatan dan ada cara pandang, bahwa setiap manusia berbeda punya kebutuhan yang berbeda. Karenanya harus difasilitasi dengan layanan yang berbeda pula, sesuai dengan kebutuhan mereka.

Bagi Yenny, seni cerminan peradaban manusia itu sendiri. Seni adalah penggugah, pengikat, penanda. Seni adalah simbol dari betapa mulianya manusia. Kemuliaan kita bisa kita eksprsikan walaupun kita bukan perupa, dengan cara membiarkan sesama manusia, apapun mereka berkebutuhan biasa, atau berkebutuhan berbeda. Semua punya hak untuk menyalurkan ekspresi seninya, semua punya hak untuk menjadi manusia yang dihargai sesungguhnya.

Lanjutnya, bahwa kalian punya karya dari diri kalian, yang tumbuh di tengah masyarakat.  Ekspresi seni bisa menggugah manusia untuk bisa menghargi sesama. Bahkan kembar siam pun berbeda. Sidik jarinya pasti berbeda, penampang retina matanya pasti berbeda. Perbedaan fitrah manusia karena kita memperlakukan orang berdasarkan perbedaan, karena kita senyatanya berbeda.

“Jadi melalui acara ini saya berharap, kita memiliki kesadaran saling menghargai keunikan setiap individu yang ada di muka bumi ini,” tandas Yenny dianjutkan dengan membuka pameran Jogja International Disablity Arts Biennale 2021. [harta nining wijaya]

Leave a Reply

Your email address will not be published.